BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Seperti yang diakui oleh Kristiadi (1994) bahwa administrasi
pembangunan sebenarnya merupakan salah satu paradigma admnistrasi negara yaitu
paradigma yang berkembang setelah ilmu administrasi negara sebagai ilmu
administrasi pada sekitar tahun 1970. Mengacu dari kerangka perkembangan
administrasi pembangunan seperti tersebut di atas, Kristiadi memberi pengertian
tentang Administrasi Pembangunan adalah ”Administrasi Negara yang mampu
mendorong kearah proses perubahan dan pembaharuan serta penyesuaian”. Oleh
karena itu administrasi pembangunan juga merupakan pendukung perencanaan dan
implementasinya.
Masalah yang serius dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah
lemahnya kemampuan birokrasi dalam menyelenggarakan pembangunan. Dari latar
belakang ini, maka administrasi pembangunan yang berkembang di negara-negara
sedang berkembang memiliki perbedaan ruang lingkup dan karakteristik dengan
negara-negara yang telah maju. Dasar inilah Bintoro Tjokroamidjojo (1995)
mengemukakan bahwa administrasi pembangunan mempunyai tiga fungsi:
Pertama, penyusunan
kebijaksanaan penyempurnaan administrasi negara yang meliputi: upaya
penyempurnaan organisasi, pembinaan lembaga yang diperlukan, kepegawaian dan
pengurusan saranasarana administrasi lainnya. Ini disebut the development of
administration (pembangunan administrasi), yang kemudian lebih dikenal
dengan istilah “Administrative Reform” (reformasi admnistrasi). Kedua,
perumusan kebijaksanaan-kebijaksanaan dan program-programa pembangunan di
berbagai bidang serta pelaksanaannya secara efektif. Ini disebut the
administration of development (Administrasi untuk pembangunan). Administrasi
untuk pembangunan (the development of administration) dapat dibagi atas dua;
yaitu; (a) Perumusan kebijaksanaan pembangunan, (b) pelaksanaan kebijaksanaan
pembangunan secara efektif. Ketiga, pencapaian tujuan-tujuan pembangunan
tidak mungkin terlaksana dari hasil kegiatan pemerintahan saja. Faktor yang
lebih penting adalah membangun partisipasi masyarakat.
Seperti yang diuraikan di atas bahwa administrasi pembangunan
adalah administrasi negara yang cocok diterapkan di negara-negara yang sedang berkembang,
namun Bintoro Tjokroamidjojo membedakan bahwa administrasi pembangunan lebih
banyak memberika perhatian terhadap lingkungan yang berbeda-beda, terutama
lingkungan masyarakat yang baru berkembang. Sedangkan administrasi pembangunan
berperan aktif dan berkempentingan terhadap tujuan-tujuan pembangunan,
sedangkan dalam ilmu administrasi negara bersifat netral terhadap tujuan-tujuan
pembangunan. Administrasi pembangunan berorientasi pada upaya yang mendorong
perubahan-perubahan kearah ke keadaan yang lebih baik dan berorientasi mada
depan, sedangkan ilmu administrasi negara lebih menekankan pada pelaksanaan
kegiatan secara efektif/tertib, efisien pada masing-masing unit pemerintahan.
Administrasi pembangunan berorientasi pada pelaksanaan tugas-tugas
pembangunan yaitu kemampuan merumuskan kebijakan pembangunan sedangkan ilmu
administrasi negara lebih menekankan pada tugas-tugas rutin dalam rangka
pelayanan kepada masyarakat. Administrasi pembangunan mengaitkan diri dengan
substansi perumusan kebijaksanaan dan pelaksanaan tujuan-tujuan pembangunan
diberbagai bidang, Ilmu administrasi negara lebih memperhatikan pada
kerapihan/ketertiban aparatur administrasinya sendiri. Administrator pada
administrasi pembangunan merupakan penggeraka perubahan (change agent),
sedangkan administrator pada administrasi pembangunan berorientasi pada
lingkungan, kegiatan dan pemecahan masalah sedangkan pada administrasi negara
lebih bersifat legalitas.
Reformasi administrasi atau pembaharuan administrasi dilakukan
karena ketidakmampuan administratif untuk melaksanakan fungsi-fungsi yang
diembannya. Studi yang dilakukan Heady (1995), menemukan lima ciri yang umum
administrasi publik di negara-negara berkembang, yaitu: (1) pola dasar (basic
pattern) administrasi publik bersifat ciplakan (imitative) daripada asli
(indigenous), (2) birokrasi di negara berkembang kekurangan (difficient) sumber
daya manusia terampil untuk menyelenggarakan pembangunan. Kekurangan ini bukan
dalam arti jumlah tetapi kualitas. Yang justru kurang adalah administrator yang
terlatif dengan kapasitas manajemen, keterampilan-keterampilan pembangunan
(development skills) dan penguasaan tesis yang kurang memadai, (3) birokrat
lebih berusaha mewujudkan tujuan pribadinya dibanding dengan pencapaian sasaran
program. Dari sifat seperti ini lahir Nepotisme, korupsi dan penyalagunaan
wewenang, (4) adanya kesenjangan yang lebar antara apa yang hendak ditampilkan
dengan kenyataan. Fenomena ini oleh Rigss disebut formalisme, yaitu gejala yang
lebih berpegang pada wujud-wujud dan ekspresi formal dibanding dengan
sesungguhnya, dan (5) Birokrasi di negara berkembang acapakali bersifat otonom,
artinya lepas dari proses politik dan pengawasan masyarakat.
Rumusan Masalah
Dari fenomena dan wajah administrasi publik ini, maka reformasi
atau pembaharuan administrasi publik menjadi suatu tuntutan dan keharusan.
Berdasarkan kasus administrasi negara di Indonesia oleh Bintoro (1999)
mengajukan pada: (a) reformasi kearah sistem politik yang demokratis,
partisipatif dan egalitarian, (b) reformasi ABRI (TNI) sebagai birokrasi
pemerintahan, (c) reformasi sistem pemerintahan yang sentralistik kearah
desentralisasi, dan (d) reformasi terhadap upaya penciptaan clean goverment.
Pada bukunya yang lain, Bintoro Tjokroamidjojo (1998), mengatakan
bahwa pembangunan administrasi publik atau reformasi birokrasi pemerintah
diarahkan pada program-program sebagai berikut: (1) deregulasi dan
debirokratisasi ekonomi serta dekonsetrasi dan desentralisasi pemerintah, (2)
meningkatkan efisiensi birokrasi (termasuk mengurangi pungutan-pungutan tak
resmi), (3) mutu, orientasi, pelayanan dan pemberdayaan birokrasi, (4) sistem
karier dan efektivitas birokrasi, (5) kesejahteraan pegawai dan pelayanan
administrasi kepegawaian.
Menurut Riggs (1996), pembaharuan administrasi merupakan suatu
pola yang menunjukkan peningkatan efektivitas pemanfaatannya sumber daya yang
tersedia untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Birokrasi itu sendiri
menurut pandangan Riggs, merupakan sebuah organisasi yang konkrit, terdiri dari
peran-peran yang bersifat hirarkis dan saling berkaitan, yang bertindak secara
formal sebagai alat (agent) untuk suatu
kesatuan (entity) atau sistem sosial yang lebih besar. Dengan demikian menurut
pandangan ini, tujuan dari birokrasi ditetapkan oleh kekuasaan di luar
kewenangan birokrasi itu sendiri.
Atas dasar ini, maka kebertanggungjawaban (accountability) dari
birokrasi dalam menjalankan tugasnya sangat esensial sifatnya. Oleh karena itu,
pembaharuan administrasi akan berkaitan erat dengan peningkatan kebertanggungjawaban
dalam proses pengambilan keputusan atau dalam hal bagaimana sumber daya
instrumental dimobilisasi untuk mencapai tujuan.
Riggs melihat pembaharuan administrasi dari dua sisi, yaitu
perubahan struktural dan kinerja (performance). Secara struktural Riggs
menggunakan diferensiasi struktural sebagai salah satu ukuran. Pandangan ini
didasarkan atas kecenderungan peran-peran yang makin terspesialisasi (role
spesealization) dan pembagian pekerjaan yang makin tajam dalam masyarakat
modern. Sedangkan mengenai kinerja, Riggs menekankan sebagai ukuran bukan hanya
kinerja seseorang atau suatu unit, tetapi bagaimana peran dan pengaruhnya
kepada kinerja organisasi secara keseluruhan. Ia menekankan pentingnya
kerjasama dan teamwork dalam mencapai tujuan.
BAB II
PEMBAHASAN
Arah
Perkembangan Administrasi Publik
Perubahan paradigma manajemen pemerintahan telah mendorong perkembangannya administrasi publik yang
sangat dinamis mengikuti dinamika lingkungannya. Perubahan paradigma itu antara
lain oleh Savas (1983), Osborne
(1992), Effendi (1995), Mustopadidjaja (1997), Mifta Thoha (1997) mengatakan sebagai berikut
:
- Perubahan paradigma dari orientasi manajemen pemerintahan yang serba negara menjadi berorientasi pasar. Selama ini manajemen pemerintahan mengikuti paradigma yang lebih mengutamakan kepentingan negara. Kepentingan negara menjadi pertimbangan pertama dan utama untuk mengatasi segala macam persoalan yang timbul dimasyarakat. Pasar (dapat berupa rakyat atau masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Sekarang ini, paradigmanya berubah, orientasi manajemen pemerintahan diarahkan kepada pasar. Segala aspirasi masyarakat menjadi lebih penting artinya untuk menjadi bahan pertimbangan pemerintah.
- Perubahan paradigma dari orientasi manajemen pemerintahan yang otoritarian menjadi berorientasi kepada egelitarian dan demokrasi.
- Perubahan paradigama dari sentralisasi kekuasaan menjadi desentralisasi kewenangan.
- Perubahan manajemen pemerintahan yang hanya menekankan pada batas-batas dan aturan yang berlaku untuk satu negara tertentu, mengalami perubahan kerah boundryless organization.
- Perubahan dari paradigma yang mengikuti tatanan birokrasi Weberian menjadi tatanan birokrasi yang post bureacracy government, atau perubahan dari manajemen pemerintahan yang mengikuti struktur fisik (phsical structre) ke tatanan manajemen pemerintahan berdasarkan pada logical structure.
Dengan kata lain, suatu tatanan administrasi negara yang
berorientasi pada paperwork menjadi tatanan administrasi negara yang paperles.
Sebagai dampak dari perubahan global, administrasi publik akan mengalami
perubahan mendasar terutama peran dan orientasi yang ingin dicapai. Dalam era
global kita melihat berkembang dan tumbuhnya sistem administrasi publik dan
pemerintahan yang semakin efisien, efektif. Pergeseran peran telah mulai
terjadi dimana fungsi pemerintah dalam berbagai segi kehidupan ekonomi, sosial
telah bergeser dari peran pemerintah yang begitu besar ke arah mendorong
lembaga lembaga masyarakat/swasta untuk mengambil bagian yang besar dalam
menjalankan sebagai fungsi-fungsi pelayanan kepada masyarakat (Osborne 1993,
Kartasasmita 1996, Kristiadi 1997).
Pemeritnah cukup hanya berfungsi sebagai pengarah tidak lagi
berfungsi sebagai pengatur yang dominan. Hal ini berimplikasi pada adanya
keinginan pemerintah untuk memberdayakan masyarakat dan meningkatkan
partisipasi dalam pembangunan.
Perubahan peran administrasi publik akan selalu seiring dengan
dinamika masyarakat dimana sistem administrasi negara itu berada. Frederickson
(1983), efektifitas, rasionalitas dan produktivitas, tetapi yang lebih penting
adalah administrasi negara harus menciptakan keadilan sosial, berdasarkan
kebutuhan pada semua lapisan masyarakat. Hal ini berarti administrasi negara
berusaha untuk merubah kebijakan-kebijakan maupun struktur-struktur yang secara
sistematis merintangi terciptanya keadilan sosial.
Administrasi
publik memiliki fungsi untuk menjalankan kebijaksanaan dan program-program
kegiatan pemerintahan untuk mecapai tujuan yang telah ditetapkan dalam
keerangka hirarki kebijaksanaan (Bromley: 1984). Sehubungan dengan hal ini
perkembangan administrasi publik akan sangat dipengaruhi oleh kondisi
perkembangan tuntutan dan aspirasi dan pelayanan kebutuhan masyarakat yang
cenderung selalu dinamis.
Nicholas Henry (1995) telah mengidentifikasi alur perkembangan
administrasi publik sebagai kajian akademik ke dalam lima paradigma. Paradigma
pertama adalah dikhotomi politik administrasi publik, yang antara lain
dipelopori oleh Woodrow Wilson (1887 dengan tulisannya yang berjudul The Study
of Administration). Paradigma kedua adalah prinsip-prinsip administrasi yang
berkembang antara tahun 1927-1937. paradigma ketiga disebut paradigma
administrasi publik sebagai ilmu politik.
Paradigma keempat, yang berkembang antara tahun 1956 hingga 1970
memandang administrasi publik sebagai ilmu administrasi. Dalam konteks ini
terdapat perkembangan untuk menempatkan locus disiplin administrasi publik
secara proposial pada akar keilmuan administrasi dan manajemen yang berkembang
sejak Henry Fayol menulis bukunya yang berjudul Industrial and General
Administration (1949).
Paradigma kelima yang berkembang sejak tahun 1970, menempatkan
administrasi publik sebagai disiplin akademik administrasi publik. Dalam hal
ini bahwa administrasi publik telah berkembang sebagai disiplin ilmu yang
berdiri sendiri.
Administrasi publik yang berkembang
setelah paradigma kelima yang diidentifikasikan oleh Henry menurut Kristiadi
(1997) adalah paradigma administrasi pembangunan. Hal ini didasarkan pada
temuan-temuan hasil kajian kelompok studi komparatid administrasi (CAG) yang
menyebutkan bahwa ”adminsitrasi publik lebih berorientasi untuk mendukung
usaha-usaha pembangunan negara-negara yang belum maju”. Pada umumnya proses
kegiatan ini disebut sebagai administrasi pembangunan. Sedangkan di
negara-negara maju dewasa ini, administrasi publik lebih diarahkan kepada upaya
pencarian bentuk kelembagaan yang tepat, ketatalaksanaan dan aspek kualitas
sumebr daya manusia aparatus yang pada intinya adalah reformasi administrasi.
Setelah perkembangan paradigma administrasi publik sebagai administrasi
pembangunan, menurut Bintoro (1999), paradigma berikutnya adalah
mewirausahakanbirokrasi yang dipelopori oleh Osborne, Gaebler (1992) dan
perkembangan yang terakhir adalah penyeleggaraan kepemerintahan/administrasi
publik yang baik (good governance) yang bercirikan kepastian hukum,
keterbukaan, akuntability dan konsistensi.
Sementara beberapa teoritir administrasi berpendapat bahwa peranan
administrasi publik harus makin terfokuskan pada upaya menghasilkan barang dan
inilah menurut Kristiadi (1997) efisiensi dalam pelayanan publik melalui
pengadaan barang-barang publik (public goog) dan pelayanan jasa publik sama
pentingnya dengan mekanisme pasar yang dilaksanakan oleh pemerintah yang
bercirikan good governance. Untuk mewujudkan hal tersebut, menurut Osborne dan
Gaebler (1992), administrasi publik perlu didukung oleh birokrasi yang memiliki
semangant wirausaha. Perubahan orientasi dan peran administrasi publik
diperlukan untuk merespon dinamika masyarakat yang tinggi terutama dalam
menciptakan pelayanan yang efisien dan efektif serta menciptakan keadilan
sosial bagi warga masyarakat. Hal ini perlukan karena administrasi publik
berfungsi sebagai instrumen publik untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat.
Dengan demikian fungsi aparatur sebagai pelayanan masyarakat harus dominan dan
diutamakan ketimbang fungsi sebagai abdi negara. Kartasasmita (1996) melakukan
analisis reposisi terhadap paradigma administrasi pembangunan (birokrasi) yang
selama 32 tahun memiliki peran yang besar dalam pembangunan bangsa, yaitu :
perubahan dalam polarisasi: (1) orientasi birokrasi bergeser dari yang kuat
kepada yang lemah dan kurang berdaya, (2) birokrasi harus membangun partisipasi
rakyat, (3) peranan birokrasi bergeser dari mengendalikan ke mengarahkan, dan
(4) birokrasi harus mengembangakan keterbukaan dan kebertanggungjawaban.
Fungsi pemberdayaan, aparatur pemerintah tidak harus berupaya
melakukan sendiri, tetapi mengarahkan (steering rather then rowing). Sesuatu
yang sudah bisa dilakukan oleh masyarakat, jangan dilakukan oleh pemerintah.
Apabila masyarakat atau sebagian dari mereka belum mampu atau tidak berdaya,
maka harus diberdayakan (empowering). Pemberdayaan berarti pula memberi peran
kepada masyarakat lapisan bawah di dalam keikutsertaannya dalam proses
pembangunan.
Dalam rangka pemberdayaan masyarakat dalam pambangunan, peran
pemerintah dapat ditingkatkan antara lain melalui (a) pengurangan hambatan dan
kendala-kendala bagi kreativitas dan partisipasi masyarakat, (b) perluasan
akses pelayanan untuk menunjang beerbagai kegiatan sosial ekonomi masyrakat,
dan (c) pengembangan proses untuk lebih memberikan kesempatan kepada masyarakat
belajar dan berperan aktif (social learning process) dalam memamfaatkan dan
mendayagunakan sumber daya produktif yang tersedia sehingga memiliki nilai
tamabah guna meningkatkan kesejahteraan mereka.
Upaya pemberdayaan memerlukan semangat untuk melayani (a spirit
of public services), dan menjadi mitra masyarakat (partner of society);
yaitu melakukan kerjasama dengan masyarakat Esman dalam Moestopadidjaja (1997).
Hal ini memerlukan perubahan perilaku yang antara lain dapat dilakukan melalui
pembudayaan kode etik (code of ethical conducts) yang didasarkan pada
dukungan lingkungan (enabling strategy)
yang diterjamahkan dalam standar tingkah laku yang dapat diterima umum dan
dijadikan acuan perilaku aparatur pemerintah.
Di samping itu, dalam pelaksanaan kode etik tersebut, aparatur dan
sistem manajemen publik harus bersikap terbuka, transparan dan accountable,
untuk mendorong para pemimpin dan seluruh sumber daya manusia aparatur menjadi
berwibawa, bersih dan menjadi panutan bagi masyarakat. Pelayanan berarti pula
semangat pengabdian yang mengutamakan efisiensi dan keberhasilan dalam
membangun yang dimanifestasikan antara lain dalam perilaku melayani, bukan
dilayani, mendorong bukan menghambat, mempermudah bukan mempersulit, sederhana
bukan berbelit-belit, terbuka untuk setiap orang bukan hanya untuk segelintir
orang. Dengan demikian makna administrasipublik sebagai wahana penyelenggaraan
pemerintahan negara yang harus melayani publik harus benarbenar dihayati para
penyelenggara pemerintahan negara.
Partisipasi masyarakat harus diikutsertakan dalam proses menghasilkan
public good atau services dengan mengembangkan pola kemitraan dan kebersamaan
dan bukan semata-mata dilayani. Untuk itulah kemampuan masyarakat harus
diperkuat (empowering rather than serving), kepercayaan masyarakat harus meningkat
dan kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi harus ditingkatkan. Upaya
pemberdayaan masyarakat dan dunia usaha, peningkatan partisipasi dan kemitraan
sangat memerlukan keterbukan birokrasi pemerintah, juga disamping itu
memerlukan langkah-langkah yang tegas dalam mengurangi peraturan dan prosedur
yang menghambat kreativitas dan aktivtas mereka dan memebri kesempatan kepada
masyarakat untuk dapat berperan serta dalam proses penyusunan peraturan kebijaksanaan,
pelaksanaan, pengawasan pembangunan.
Inti dari perubahan peran dan orientasi administrasi publik adalah
bahwa bentuk organisasi birokrasi yang ada sekarang harus berubah sesuai dengan
tuntutan perubahan itu sendiri, yaitu bentuk organisasi yang terbuka,
fleksibel, ramping atau pipih (flat), efisiensi dan rasional,
terdesentralisasi, kaya fungsi miskin struktur sehingga memungkin organisasi
birokrasi lebih cepat menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan.
B.
Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Berwibawa
Peran pemerintah sangat besar dan mencangkup seluruh dimensi
kehidupan masyarakat. Meskipun pemerintah memiliki berbagai sumber daya untuk
menunaikan kewajibannya, tetap saja tuntutan masyarakat selalu lebih tinggi
tuntutannya dibanding dengan kemampuan pemerintah untuk memenuhinya.
Adanya kesenjangan antara tuntutan dengan kemampuan pemerintah
inilah yang pada gilirannya menyebabkan munculnya berbagai gagasan untuk
memberi energi baru kepada pemerintah. Barzelay (1992), misalnya memandang
bahwa ditengah-tengah fenomena perubahan dunia, birokrasi membutuhkan inovasi
baru yang bersifat strategis. Demikian pula Osborne (1996) mengemukakan lima strategis
sebagai instrumen implementasi lebih lanjut dari prinsip Reinventing Government
yang diajukan Osborne dan Gaebler, yaitu (1) creating clarity of purpose, (2)
creating consequences form performance, (3) putting the custumer in the driver’s seat,
(4) shifting control away from the top and the center, (5) creating
entrepreneural culture.
Pada intinya pandangan baru yang berkembang tentang peran
pemerintah adalah bahwa pemerintah harus mampu menciptakan nilai-nilai baru
(value creating) dalam rangka meningkat pelayanan kepada masyarakat. Istilah
governance secara harfiah dapat diartikan sebagai suatu kegiatan pengarahan,
pembinaan atau dalam bahasa inggrisnya adalah Guiding. Gevernance adalah suatu
proses dimana suatu sistem sosial ekonomi
atau sistem organisasi yang kompleks lainnya dikendalikan. Pinto dalam (Karhi:
1997) mendefinisikan Governance sebagai ’’ praktek penyelenggaraan kekuasaan
dan kewenangan oleh pemerintah dalam pengelolaan urusan pemerintahan secara
umum, dan pembangunan ekonomi pada khususnya’’. Pengertian governance dalam hal
ini adalah proses pengaturan, pembinaan dan pengendalian kehidupan sosial
ekonomi masyarakat. Secara bebas good governance dapat diterjemahkan menjadi pemerintahan
yang bersih dan berwibawa atau pemerintahan yang amanah. Secara umum governance
mengandung unsur-unsur utama yang terdiri dari: (1) akuntability, (2) transparansi,
(3) openness, (4) rule of law (Bhatta: 1996) dalam (Karhi: 1997) Akuntabilitas
adalah kewajiban bagi aparatur pemerintahan untuk bertindak selaku penanggung gugat
atas segala tindakan dan kebijaksanaan yang ditetapkannya. Unsur ini merupakan
inti dari pemerintahan yang baik (good governance) Akuntabilitas aparatur pemerintah
terdiri dari tiga jenis yaitu akuntabilitas politik, akuntabilitas keuangan dan
akuntabilitas hukum (Brautigam, 1991). Sedangkan menurut LAN (1998)
akuntabilitas pemerintah di bagi atas Akuntabilitas manajerial, akuntabilitas keuangan,
dan akuntabilitas operasional.
Akuntabilitas politik berkaitan dengan pertanggungjawaban
pemerintah terhadap rakyat berkaitan dengan mekanisme sistem pemilu dan
mekanisme ceck and blances kekuasaan yang ada pada masyarakat.
Akuntabilitas keuangan yaitu kewajiban aparat mempertanggungjawabkan
penggunaan keuangan negara kepada rakyat. Sedangkan akuntabilitas hukum
berkaitan dengan semua unit-unit pemerintahan dapat bertanggung jawab secara
hukum atas segala tindakannya, termasuk organisasi pemerintahan yang pada prakteknya
telah merugikan kepentingan rakyat harus mampu mempertanggungjawabkan dan
menerima tuntutan hukum atas tindakannya.
Transparansi merupakan instrumen penting untuk mewujudkan
pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Rakyat harus mengetahui secara terbuka
atas segala proses perumusan kebijaksanaan publik
dan
implementasinya. Dengan demikian segala tindakan dan kebijaksanaan pemerintah
harus dilaksanakan secara terbuka dan diketahui umum. Seiring dengan hal
tersebut, pemerintah pula harus terbuka dan memberikan kesempatan bagi rakyat
untuk mengajukan kritikan dan tanggapan terhadap pemerintah yang dinilai tidak
transparan. Pemerintah yang baik dan terbuka akan memberikan informasi dan data
yang memadai bagi masyarakat sebagai bahan untuk melakukan penilaian atas
jalannya pemerintahan.
Perimbangan kekuasaan menandaskan adanya mekanisme check and
balances antara beberapa pemegang kekuasaan, baik kekuasaan yang ada di
birokrasi maupun kekuasaan yang ada di masyarakat. Faktor kepemimpinan
birokrasi terutama mensyaratkan akhlak mulya, bersih dan tidak cacat moral. Hal
ini penting dipenuhi karena faktor kepemimpinan sangat menentukan dalam
memberikan pelayanan yang adil, transparan, terbuka dan tidak berpihak kepada
kepentingan individu atau golongan. Syarat intelektualitas dan wawasan
kepemimpinan mengharuskan pemimpin birokrasi memiliki visi yang jauh kedepan,
demokratis, responsif, mendahulukan kepentingan umum dan kemampuan menggunakan sumber
daya organisasi untuk mecapai tujuan yang diinginkan.
C. Efisiensi,
Efektivitas dan Kesehatan Organisasi Birokrasi
Menurut Riggs (1966) ukuran kinerja birokrasi, bukan hanya kinerja
perorangan (personal perfomance) atau suatu unit, tetapi juga yang
diukur adalah kinerja organisasi (social perfomance). Ada dua aspek
penting dalam pengukuran kinerja menurut Riggs, yaitu aspek efektivitas dan
efisiensi.
Efektivitas berkaitan seberapa jauh sasaran telah dapat dicapai,
dan efisiensi menunjukkan bagaimana mencapainya, yakni dibanding dengan usaha,
biaya atau pengorbanan yang harus dikeluarkan. Efektivitas dapat dinyatakan
sebagai tingkat keberhasilan organisasi dalam usaha untuk mencapai tujuan atau
sasaran. Dengan perkataan lain efektivitas adalah hasil guna yang dicapai oleh
organisasi untuk mencapai sasaran atau tujuannya. Jadi, makna efektivitas
memiliki konsep yang lebih luas dari pada konsep efisiensi. Efektivitas dapat
berkaitan dengan variabel internal dan juga berkaitan dengan variabel eksternal
organisasi. Sedangkan efisiensi hanya berkaitan dengan proses internal
organisasi, yaitu perbandingan yang rasional atau terbaik antara Input dengan
Output.
Efisiensi berkaitan dengan pencapaian Output. Sedangkan Output
diakibatkan dari Input. Dengan demikian efisiensi adalah perbandingan terbaik
antara hasil Output yang diperoleh dan kegiatan yang dilakukan serta
sumber-sumber atau input yang dipergunakan dalam sumber-sumber tersebut
tercakup tenaga kerja, biaya, material, alat-alat kerja, waktu dan sebagainya.
William M. Evan (dalam Martani), mengukur kinerja organisasi
dengan menggunakan pendekatan proses, yaitu menghitung efisiensi, yaitu
menghitung besarnya ongkos untuk pengadaan input (I), menghitung ongkos
transformasi (T) serta menghitung nilai output (O) ketiga variabel ini dapat dikombinasikan
untuk mengukur berbagai aspek tentang kinerja organisasi. Cara yang paling
sering yang digunakan untuk mengukur efisiensi adalah dengan menggunakan rasio
O/ I. Bagi Dinas Keberhasilan Rasio ini dapat diartikan Tingkat biaya yang
dikeluarkan untuk mengangkut sampah M3/ hari perbulan. Dari perbandingan rasio
tersebut dapat diketahui tingkat efisiensi Dinas Pendidikan dalam melaksanakan tugasnya.
BAB III
PENUTUP
Kesmpulan
Berdasarkan pendekatan analisis kinerja organisasi menurut Huseini
seperti yang diuraikan di atas bahwa ada tiga pendekatan yang dapat digunakan
dalam menganalisis yaitu; (1) pendekatan sumber, pendekatan proses dan
pendekatan sasaran. Sebagai acuan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan proses
(internal process approach) dalam menganalisis kinerja organisasi.
Pendekatan ini menganggap kinerja organisasi sebagai efisiensi dan kondisi
(kesehatn) dari organisasi internal.
Pada organisasi yang kinerjanya baik; proses internal berjalan
dengan lancar, pegawai bekerja dengan kegembiraan dan kepuasan yang tinggi,
kegiatan masing-masing bagian terkoordinasi dengan baik dengan produktivitas yang
tinggi, tingginya perhatian atasan terhadap bawahan, semangat, kerjasama dan loyalitas
kelompokkerja, saling percaya dan komunikasi antara pegawai dengan pimpinan, desentralisasi
dalam pengambilan keputusan, komunikasi vertikal dan horizontal yang lancar,
adanya usaha dari setiap individu maupun keseluruhan organisasi untuk mencapai
tujuan yang telah direncanakan, sistem imbalan yang merangsang pimpinan untuk
mengusahakan terciptanya kelompok-kelompok kerja yang efektif, organisasi dan bagian-bagian
bekerjasama secara baik dan tumbuhnya yang tinggi serta konflik selalu
diselesaikan dengan acuan kepentingan organisasi. Sementara menurut Etzioni
seperti yang diuraikan terdahulu kinerja organisasi dapat diukur melalui system
model yang mencakup empat kriteria, yaitu adaptasi, integrasi, motivasi dan
produktivitas.
Dalam hubungan dengan pengukuran penelitian ini indikator motivasi
menurut Etzioni adalah keterikatan dan hubungan antara perilaku organisasi
dengan organisasinya dan kelengkapan sarana bagi pelaksanaan tugas pokok dan
fungsi organisasi. Motivasi merupakan faktor penting untuk meningkatkan
kinerja. Pegawai yang memiliki motivasi tinggi, akan memiliki kinerja tinggi.
Saran
Kerjasama dalam tim merupakan potensi organisasi yang sangat besar
dalam mencapai sasaran organisasi. Oleh karena itu kerjasama tim harus
dikembangkan melalui proses pengembangan kapasitas tim (team learning). Menurut
Senge seperti yang diuraikan di atas bahwa bangunan tim learning adalah saling
percaya, saling menjunjung tinggi, dan anggota saling mengisi antara sesama
tim, dengan begitu proses kerjasama tim akan tercipta.
Terciptanya hubungan pimpinan dan bawahan dalam organisasi yang
harmonis, transparan, persuasif dapat mendorong meningkat kinerja organisasi
secara keseluruhan. Pimpinan tak dapat bekerja dengan baik apabila tidak
mendapat dukungan dari bawahan, demikian pula bawahan tak dapat mengekspresikan
diri, mengaktulisasi segala potensi dan motivasinya tanpa dukungan pimpinan.
Oleh karena itu antara keduanya harus saling percaya, terbuka, memberdayakan
dan partisipastif.
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka model penelitian ini
dapat disimplikasi menjadi (1) pendekatan analisis yang digunakan untuk
mengukur kinerja organisasi adalah pendekatan proses (internal process
approach) yang menekankan pada efisiensi dan kesehatan organisasi sebagai
ukuran kinerja organisasi. Berdasarkan pendekatan tersebut, maka konsep kinerja
organisasi dapat diukur melalui variabel-variabel: (1) efisiensi organisasi;
(2) kerjasama tim; dan (3) hubungan pimpinan dengan bawahan.
0 komentar:
Post a Comment
Tinggalkan Koment Anda