MyMetaTag

google-site-verification: google3729451bda6c8dcd.html

Wednesday, May 29, 2013

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN IKUTAN DI LUAR KAWASAN HUTAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan Sumberdaya alam seperti air, udara, lahan dan hutan merupakan sumberdaya esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Hilang, atau berkurangnya sumberdaya alam (khususnya hutan) dapat mengancam kehidupan di muka bumi. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-undang 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah mengamanatkan bahwa otonomi daerah diharapkan dapat dilaksanakan secara utuh dan nyata pada daerah kabupaten dan kota. Pemerintah daerah harus memiliki sumber-sumber penerimaan yang cukup untuk memenuhi biaya penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan. Kebanyakan daerah memilih memanfaatkan potensi sumberdaya alam untuk mendapatkan sumbersumber penerimaan daerah. Persoalan mendasar saat ini adalah bagaimana mengelola sumberdaya alam agar didapatkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi manusia tanpa mengorbankan kelestariannya. Hasil hutan dikenal dalam 2 (dua) golongan besar, yakni hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu atau hasil hutan ikutan. Pemungutan hasil hutan (khususnya kayu) diakui selama menjadi salah satu pendukung perekonomian local regional maupun nasional. Pemungutan hasil hutan ikutan umumnya merupakan kegiatan tradisional dari masyarakat disekitar hutan. Pengumpulan rotan, pengumpulan kayu galam, berbagai getah kayu termasuk dalam kegiatan pemungutan hasil hutan ikutan. Dalam perkembangannya kegiatan pemungutan hasil hutan ikutan menjadi kegiatan utama sebagai sumber kehidupan masyarakat sehari-hari. Pelaksanaannya semakin meningkat dan tidak terkendali karena tidak ada aturan ataupun batasan yang jelas, agar pemungutan berjalan dengan baik dsan mengedepankan asas kelestarian. B. Identifikasi Masalah Aktivitas masyarakat di Kabupaten Hulu Sungai Utara yang memanfaatkan hasil hutan ikutan dari luar kawasan hutan berupa kayu galam sebagian besar menjual perolehannya kepada pemilik industri pengolahan kayu. Merosotnya produksi kayu alam sebagai penghara utama menyebabkan kayu galam menjadi salah satu alternative untuk bahan baku industri pengolahan kayu skala kecil. Output dari industri kecil pengolahan kayu ini umumnya dikirim antar pulau ke Bali Nusa Tenggara dan Madura. Dengan intensifnya pemungutan hasil hutan baukan kayu (galam) Pemda Hulu Sungai Utara merasa perlu membuat suatu kebijakan yang dapat mengatur pelaksanaan pemungutan hasil hutan ikutan dan hasil hutan diluar kawasan hutan. Dalam makalah ini lebih spesifik akan dibahas Perda no 19 tahun 2000 khususnya tetang kayu galam sebagai hasil hutan diluar kawasan hutan. BAB II PEMBAHASAN A. Perda Izin Pemungutan Hasil Hutan Ikutan di Luar Kawasan Hutan Di Kabupaten Hulu Sungai Utara pemungutan hasil hutan ikutan pada umumnya merupakan kegiatan tradisional dari masyarakat yang berada disekitar hutan. Masyarakat mengumpulkan rotan, kayu galam, berbagai getah kayu seperti getah Agathis atau getah Shore. Dalam perkembangannya dibeberapa tempat kegiatan pemungutan hasil hutan ikutan merupakan kegiatan utama sebagai sumber kehidupan masyarakat sehari-hari. Perkembangan selanjutnya semakin meningkat dan tidak terkendali bahkan tidak tertata karena tidak ada aturan ataupun batasan yang jelas yang mengatur agar pemungutan berjalan dengan baik dengan mengedepankan asas kelestarian. Pemda Hulu Sungai Utara kemudian menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2000 yang tujuannya untuk: a) Menjaga kelestraian hutan dan kelangsungan hidup ekosistem serta memperoleh manfaat atas sumber daya alam yang berasal dari hasil hutan perlu dilakukan pengendalian b) Agar dalam pemungutan hasil hutan ikutan di luar kawasan hutan lebih tertib dan tertata serta terecana sehingga dalam pengendaliannya perlu adanya aturan yang mendukung dan mengatur khususnya di Kabupaten Hulu Sungai Utara . c) Untuk peningkatan pendapatan asli daerah ( PAD ), oleh karena itu penggalian potensi yang memungkinkan dikenakan retribusi terus diupayakan khususnya retribusi izin pemungutan hasil hutan ikutan dan kayu hasil hutan rakyat. Disamping akan tetap menjaga azas pelestarian hutan dan fungsi pelestarian lingkungan hidup. B. Analisis Kebijakan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah, Perda No 19/2000 tergolong Perda Retribusi atas jasa atau pemberian izin tertentu Analisis kebijakan terhadap Perda ini diarahkan kepada apakah Perda tersebut bermasalahan ditinjau dari ; substansi dan yuridis dan aspek sosial ekonomi. Kebermaslahan substansi, Perda dianalisis terutama pada sesuai atau ketidak-sesuaian filosofi dan prinsip pungutan. Kebermasalahan yuridis, ditinjau dari tata hukum apakah bertententangan dengan aturan yang lebih tinggi. Secara Sosial ekonomi apakah pungutan membebani masyarakat dalam arti menyebabkan ekonomi biaya tinggi atau tidak. Perda Nomor 19 Tahun 2000 yang diterbitkan Pemda Hulu Sungai Utara sesuai tabel 1 di atas memperlihatkan potensi bermasalah. Hampir seluruh aspek sepert pada substansi Perda ini tidak menunjukkan kebermasalahan tentang pelanggaran yang sanksinya tidak tegas.Kecenderungan bemasalah juga pada aspek Sosial Ekonomi pelaksanaannya dan aspek yuridis. Hal ini ditunjukkan pada ketetapan Retribusi Daerah. Penolakan masyarakat akan terjadi karena dianggap mengada-ada. Dilain pihak kurangnya sosialisasi juga dapat memperkuat resistensi (penolakan) pada masyarakat. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Perda Kabupaten Hulu Sungai Utara yang dianalisis memperlihatkan tendensi bermasalah. Kecenderungan bemasalah itu ditunjukkan pada semua aspek yang diamati. Aspek Substansi, Yuridis dan Sosial ekonomi menunjukkan potensi bermasalah. Masalah-masalah tersebut meliputi : a) Sanksi tidak tegas b) Sosialisasi yang waktunya tidak cukup c) Penetapan Tarif Dasar Retribusi d) Berpotensi menimbulkan ekonomi baiaya tinggi B. Rekomendasi Kebijakan Perda yang dianalisis meiliki kecenderungan bermasalah kiranya memang diperlukan langkah-langkah : a) Mengembangkan kemampuan SDM dalam melaksanakan otonomi daerah, khususnya dalam hal perumusan kebijakan. Pengembangan b) Mengembangkan kemampuan administrasi pemerintahan. c) Memperhatian, selain dari pelaksanaan monitoring yang lebih profesional untuk mengungkapkan persoalan-persoalan seputar kebijakan daerah. DAFTAR PUSTAKA Banjarmasin Post (2002), Pemda Hulu Sungai Utara, Pengelolaan Kayu Hutan hasil ikutan, 9 Januari, Banjarmasin.

0 komentar:

Post a Comment

Tinggalkan Koment Anda